Konon suatu ketika di tanah Borneo,terjadilah persahabatan antara seekor Ikan Gabus dan seekor Katak. Persahabatan mereka berdua sungguh erat. Saling berbagi, saling membantu dan saling ingin membahagiakan satu sama lain. Untuk itu sering kali mereka berdua berlomba-lomba memberikan yang terbaik pada sahabatnya.
Suatu hari, di musim mabau, pergilah si Katak ke ladang si Ikan Gabus untuk membantu si Ikan Gabus menyiangi padi di ladangnya. Begitulah sepanjang pagi sampai siang mereka berdua membersihkan tanaman padi dari rumput-rumput liar sambil bercerita dan bercanda.
Berkatalah Si Ikan Gabus pada sahabatnya, “Mari kita pulang untuk memasak makan siang dan beristirahat.”
Lalu pulanglah mereka berdua ke gubuk di tengah ladang.
Sementara Si Ikan Gabus memasak makanan, pergilah si Katak ke sungai untuk mandi. Dan ketika ia pulang, makan siang sudah siap tersaji. Dan singkat cerita, makanlah kedua sahabat itu dengan lahapnya.
Sambil menikmati makan siang, bicaralah si Katak dalam hati, „Alangkah sedapnya masakan si Ikan Gabus.“ Padahal Ikan Gabus hanya memasak sayur-sayur dari dedaunan, namun terasa seperti ada campuran dagingnya.
„Enak sekali masakanmu ini, sobat, „ kata Katak memuji.
„Ah, kamu ini becanda saja,“ sahut Ikan Gabus.
Demikianlah terjadi, setiap kali Katak makan di tempat Ikan Gabus, dia selalu kagum, betapa sedapnya masakan sahabatnya itu. Namun setiap ditanya apa resepnya, Ikan Gabus tak pernah mau menceritakannya. Hal itu membuat si Katak penasaran. Sahabatnya itu pasti menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
Lalu Katak dapat akal.
„Aku harus mengintipnya ketika dia memasak,“ bisik hati si Katak. Karena lama-lama dia malu juga, masakannya tak seenak masakan Ikan Gabus. Diam-dia dia ingin mencari tahu apa resepnya.
Ketika suatu siang, seperti biasa mereka beristirahat, dan si Ikan Gabus memasak makanan untuk mereka.
„Aku mau ke sungai dulu ya, sementara kamu memasak,“ kata Katak. Ia pura-pura mau mandi, namun diam-diam dia mengintip si Ikan Gabus dari celah-celah dinding gubuk.
„Ha….aaa?“
Betapa terkejutnya si Katak. Rupanya ketika memasak, si Ikan Gabus mencelupkan ujung ekornya ke dalam wajan sayur di atas tungku. Dengan demikian sayur terasa gurih seperti ada dagingnya. Itu sebabnya sayur masakan Ikan Gabus selalu sedap rasanya.
Katak kini tahu rahasianya. Maka ketika sore hari tiba, berkatalah Katak pada Ikan Gabus.
„Besok kita bekerja di ladang saya.“
Demikianlah malam datang dan hari berganti. Pagi menyapa dan alampun memberikan harinya. Begitulah, hari itu Ikan Gabus membantu Katak menyiangi rumput di ladangnya.
„Mari kita istirahat, sobat.“ Kata Katak. „Aku sudah lapar….“ lanjutnya.
Maka pulanglah mereka ke gubuk dan Katakpun memasak makanan untuk makan siang.
„Kamu duluan mandi, sobat“ kata Katak pada Ikan Gabus. „Nanti, setelah masak aku menyusul mandi ke sungai.“
Tanpa curiga pergilah Ikan Gabus mandi ke sungai. Yakin tak dilihat Ikan Gabus, dia juga ingin mencoba cara Ikan Gabus memasak makanan, sehingga pasti akan enak rasanya.
Setelah sayur mendidih dan hampir matang, Katak mencoba memasukan bagian tubuhnya ke dalam sayur. Namun dia kesulitan karena tak ada ekornya. Mau memasukkan ujung jari kakinya, juga tidak kuat, karena panas sekali. Akhirnya Katak memutuskan untuk melompat saja ke dalam sayur. Toh paling sebentar saja, tidak akan apa-apa, pikirnya. Maka tanpa berpikir panjang, melompatlah dia ke dalam sayur. „Ploop“.
Sayang sekali. Begitu masuk ke dalam sayur mendidih, si Katak tidak bisa bangun lagi. Dan matilah dia dan menjadi matang bersama sayurnya.
Setelah lama menunggu, sahabatnya tidak datang-datang juga ke sungai. Si Ikan Gabus menjadi heran. Ia pulang ke gubug sambil memanggil-manggil sahabat karibnya. Namun tidak ada jawaban. Hening….
Barulah ketika Ikan Gabus melihat ke dapur, dia melihat sahabatnya sudah kaku di dalam sayur mendidih di atas tungku. Ikan Gabus jadi sadar, rupanya selama ini si Katak telah ngintip rahasianya.
„Sahabat, mengapa kau lakukan itu?“ Ikan Gabus menangis sedih.
Hanya ingin memberikan yang terbaik untuk sahabatnya, akhirnya Katak mati di dalam sayurannya. Keinginan untuk memberikan yang terbaik harus juga diperhitungkan dari segi kemampuan untuk merealisasikannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar