Rabu, 31 Juli 2013

Besi Batangan Digosok Menjadi Jarum

"Selama memiliki keteguhan hati, besi batangan pun bisa digosok menjadi jarum."

Pelajaran ini saya peroleh pada saat saya belajar di bangku sekolah dasar, dan mengandung filosofi yang luar biasa! Alkisah, pada zaman dulu di daratan Tiongkok, diceritakan oleh seorang sastrawan besar bernama Li Bai, yang berkisah tentang pengalaman dirinya di masa kecil. Pengalaman itu mampu merubah mindset atau pola pikirnya. Inilah kisahnya...

Seorang bocah kecil tinggal di sebuah desa dengan kenakalan dan kebandelannya. Anak ini sering tidak mengikuti pelajaran membaca dan menulis yang seharusnya dia ikuti. Dia lebih menyukai bermain-main, berkelana menyusuri jalanan desa dan tepian sungai.

Suatu hari di tepian sungai, dia melihat seorang nenek sedang melakukan kegiatan yang berulang-ulang dilakukan. Sampai beberapa hari dia melintas di sana, si nenek tetap melakukan kegiatan yang sama. Hal itu menimbulkan keingintahuan si anak. Maka terjadilah dialog sebagai berikut:

"Nek beberapa hari ini saya melihat nenek melakukan hal yang sama terus menerus! Sebenarnya nenek sedang melakukan apa sih?"

Sambil tersenyum, nenek pun menjawab, "Nenek sedang menggosok besi batangan ini, Nak."

"Untuk apa nenek menggosok besi batangan itu?" jawab si bocah.

"Nenek menggosok besi batangan ini untuk dijadikan sebatang jarum!"

"Wah! Mana mungkin Nek, besi batangan sebesar ini bisa digosok menjadi jarum?"

Nenek menatap ke arah muka si bocah dan menjawab dengan tegas, "Selama kita memiliki kemauan dan kesabaran, selama kita memiliki keteguhan, keyakinan, dan keuletan, besi batangan ini bila digosok terus menerus suatu hari nanti pasti akan menjadi jarum!"

Si anak terhenyak mendengar jawaban nenek. Peristiwa ini terekam begitu dalam di benak si anak, mengubah sikap mentalnya dan menjadi seorang pelajar yang rajin belajar, disiplin, ulet. Dan setelah dewasa si anak menjadi sastrawan yang terkenal dan kata-kata mutiara ini menjadi sangat populer sampai hari ini.

Kedamaian Hati

Alkisah, di sebuah kerajaan, sang Raja mengadakan sebuah sayembara. Dengan hadiah berupa emas yang sangat berharga kepada rakyat yang bisa melukis tentang "kedamaian". Saat diumumkan, banyak seniman dan pelukis mencoba mengikuti sayembara dan berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut.


Waktu yang dijanjikan pun tiba. Baginda Raja datang ke tempat para seniman melukis dan berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Di antara sekian banyak lukisan, hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukai baginda Raja, yang dianggap mampu mewakili tema tentang kedamaian. Dan sang Raja harus memilih satu di antara keduanya.


Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna yang memantulkan kedamaian, gunung-gunung menghijau yang menjulang mengitari danau, di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arakan. Sungguh lukisan pemandangan alam yang sangat indah. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan tentang kedamaian jiwa bagi yang melihatnya.


Sedangkan lukisan kedua menggambarkan pemandangan pegunungan juga. Namun tampak kasar, gundul, dan gersang. Di atasnya terlukis langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai yang telah mereda. Di sisi gunung, ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sekilas, lukisan itu sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tapi, sang Raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik air terjun itu tumbuh semak-semak menghijau di atas sela-sela bebatuan. Dan di antara semak-semak itu, tampak seekor induk burung pipit berada di atas sarangnya, sedang mengerami telurnya dan terlihat sebuah kehidupan baru berupa anak burung pipit yang menetas dari pecahan telur. Benar-benar indah dan damai.


Lukisan manakah yang memenangkan lomba? Sang Raja memilih lukisan nomor dua sebagai pemenangnya. Banyak orang pun bertanya: mengapa lukisan itu yang dimenangkan oleh baginda Raja?


Baginda Raja menjawab dengan lantang, "Lihatlah burung pipit di dalam lukisan ini, mampu menggambarkan sebuah kedamaian, tanggung jawab, dan kehidupan baru. Lihat gambaran situasi alam yang buruk dan tidak mendukung, tetapi ibu pipit memenuhi segenap tanggung jawabnya, tetap mengerami telurnya hingga menetas.

Rakyatku.., kedamaian itu bukan berarti kita harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan, atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah suasana hati dan pikiran yang tenang dan damai. Meski kita berada di tengah-tengah keributan luar biasa namun tidak dipengaruhi keadaan luar. Kedamaian hati adalah kemampuan menjaga keseimbangan dan kebijaksanaan di segala situasi dan tetap mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik."


Semua yang mendengar perkataan raja pun dengan diam mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.

=====================================================================================================================

Sahabat,

Mampu tetap merasa damai di tengah "kekacauan" atau situasi yang riuh rendah memang tidak mudah. Biasanya kita cenderung larut di dalamnya, bahkan mungkin menjadi semakin kacau dan berantakan.


Jika hati dan pikiran kita tidak mampu tenang, kita pun akan mudah terhasut, termakan isu-isu negatif dan hidup menjadi terombang-ambing. Karenanya, kesempatan kita untuk merasakan kedamaian dan bahagia pun menjadi hilang. Mari kita jaga hati dan pikiran sendiri agar selalu tenang dan damai sehingga kebahagiaan akan menjadi milik kita selamanya.


Cahaya Kehidupan

Alkisah, Putri diterima di perguruan tinggi dan harus pindah ke luar kota. Orangtuanya membelikan sebuah rumah mungil yang sudah direnovasi selain untuk investasi, juga untuk membantu kelancaran putri semata wayangnya yang sekarang mulai duduk di bangku kuliah. Sebagai anak tunggal, semua kebutuhan Putri disediakan oleh orangtuanya, bahkan tanpa diminta sekalipun.


Setelah pindah beberapa hari, Putri sadar, di sebelah tempat tinggalnya ada rumah yang tampak sangat sederhana, dengan tiga orang penghuni di dalamnya seorang ibu muda dengan dua anaknya.

Suatu malam, terjadi hal yang tidak diinginkan. Lampu mati! Putri segera meraih telepon genggamnya dan menyalakan layar untuk menerangi sekitarnya. “Huuh…..apa-apaan nih! Mana mau ngerjain tugas, pakai mati lampu segala!” keluh Putri dengan perasaan jengkel.


Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu berulang-ulang diikuti teriakan nyaring, “Kakaaak... Kakaaak!” Putri membalas berteriak dari dalam, “Hai… Siapaaaa?”

“Saya. Kak. Anak sebelah rumah. Kakak punya lilin..?”


Sambil berjalan menghampiri pintu, Putri sempat berpikir, “Anak sebelah tuh, jangan-jangan mau minta-minta. Nanti jadi kebiasaan minta deh.” Jadi segera dijawab, “Tidak punyaaa!”

“Tolong buka pintunya Kak,” kata anak itu mengulang, bertepatan ketika si Putri telah di ambang pintu, dan membukanya.


“Kak, saya dan mama khawatir.. Di sini kan sering mati lampu. Kakak orang baru, pasti belum tersedia lilin. Ini Kak, mama menyuruh saya untuk membawakan lilin untuk kakak,” seraya tangan mungilnya mengangsurkan 2 batang lilin ke arah Putri.

Putri sejenak terpana, dia segera jongkok dan memeluk tubuh mungil di hadapannya sambil mengeluarkan suara tercekat. “Terima kasih, adik kecil. Tolong sampaikan ke mamamu ya, terima kasih..”


Putri malu pada dirinya sendiri yang telah berpikiran jelek dan tidak menyangka bahwa tetangganya yang tampak begitu sederhana justru menunjukkan kebesaran jiwa dengan mengkhawatirkan dirinya dan bahkan memberi lilin, seolah cahaya kehidupan. Bukan seperti pemikirannya, bahwa si miskin yang datang mengetuk pintu pasti bertujuan untuk mengganggu dan meminta tolong atau menyusahkan kita saja.

~~~
Seperti hukum alam mengajarkan filosofi "tabur-tuai". Tanpa menabur kebaikan, bagaimana mungkin kita berharap bisa menuai kebaikan di masa depan? Mari kita melatih dan membiasakan jika ada kesempatan membantu orang lain. Tentu merupakan suatu kebahagiaan jika ada kesempatan untuk meringankan beban orang lain.



Rahasia Kesempatan

Suatu pagi tidak jauh dari sebuah pasar, tampak seorang pemuda sedang tidur bermalas-malasan. Walau pasar dipenuhi oleh para penjual dan pembeli yang berlalu lalang, namun si pemuda tampak tenang-tenang saja dengan kemalasannya...

Kebetulan lewatlah seorang pedagang yang baru saja berhasil menjual dagangannya. Si pedagang tampak keheranan melihat tingkah pemuda tadi. Ia menghampiri dan bertanya, "Anak muda, pagi begitu indah. Semua orang sibuk bekerja, tapi mengapa engkau hanya tidur-tiduran di sini?" Sambil memicingkan sebelah mata, si pemuda menjawab dengan suara malas, "Aku sedang menunggu kesempatan."

Mendengar jawaban seperti itu, si pedagang tampak keheranan. "Apakah kau tahu seperti apa bentuk kesempatan yang kamu tunggu itu?" Pemuda itu menggelengkan kepala. "Kata orang, aku harus menunggu kesempatan datang, baru kemudian nasibku bisa berubah baik. Lalu aku bisa kaya, bisa sukses, bisa memiliki apa saja yang aku mau. Karena itulah aku dengan sabar menunggu kesempatan datang di sini," jelas si pemuda.

"Bentuknya saja kamu tidak tahu, buat apa kamu tunggu? Lebih baik ayo ikut membantu aku melakukan hal berguna. Kelak nasibmu akan berubah jika kau mau belajar mengikuti jejakku," bujuk si pedagang.

"Ahh, omong kosong.. Pergi sana! Jangan menggangguku lagi!" teriak si pemuda, kesal. Karena dihardik, si pedagang buru-buru pergi meninggalkan si pemuda itu sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Sesaat kemudian, datang seorang kakek tua menghampiri si pemuda. Kakek tua masih sempat memandangi langkah kepergian si pedagang. Lalu ia menoleh kepada si pemuda. "Hai.. anak muda. Aku perhatikan, sudah lama kamu tidur-tiduran menunggu kesempatan di tempat ini. Apa kau sudah mendapatkan kesempatan itu?"

Si pemuda dengan malas menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lho, bukankah kesempatan itu baru saja menghampirimu? Mengapa tidak kau tangkap, tapi malah kau usir? Orang yang kau usir tadi adalah seorang pedagang besar dari negeri seberang yang kaya raya. Mengapa tidak kau terima ajakannya..?" si kakek keheranan. Mendengar ucapan itu, si pemuda seolah baru tersadar dari mimpinya. Ia bergegas bangkit dan berteriak-teriak memanggil si pedagang tadi. Namun sayang, pedagang itu sudah tidak tampak lagi. Walau begitu, si pemuda tetap memanggil-manggil dia.

"Percuma teriak-teriak. Kesempatan itu sudah berlalu," ujar si kakek. Pemuda itu tampak sedih dan ingin menangis. Ia tertunduk lesu dan tak tahu harus berbuat apa untuk mendapatkan kesempatan. Karena pikirannya yang sempit, kesempatan berlalu begitu saja dan penantiannya pun sia-sia belaka. "Aku harus bagaimana, Kek? Apakah seumur hidup aku tidak akan memiliki kesempatan lagi?" tanya si pemuda penuh penyesalan.

"Kesempatan datang pada setiap orang tidak hanya sekali seumur hidup. Bila yang satu terlewatkan, suatu ketika pasti akan datang kesempatan lain," jawab si kakek dengan bijak. "Tetapi dia tidak datang dengan sendirinya. Kesempatan harus diciptakan dan diperjuangkan! Kau juga harus tahu, tidak ada satu saat pun yang benar-benar tepat untuk memulai mencari dan menemukan kesempatan. Makanya anak muda, jangan hanya menunggu. Mulailah berusaha, bekerja, berjuang. Kesempatan pasti akan tiba pada waktunya. Dan saat kesempatan tiba di hadapanmu, kamu telah siap!"

Dengan gembira, si anak muda mengucapkan terima kasih. Walau di dalam hatinya ada penyesalan karena telah kehilangan kesempatan, tapi dia tahu bahwa bila dirinya mulai berusaha dan berjuang, maka suatu hari nanti kesempatan pasti datang padanya.


========================================================================


Hidup adalah pilihan. Kita sebagai manusia mempunyai hak untuk memilih, termasuk memilih kesempatan apa saja yang kita inginkan, dengan cara memutuskan, menciptakan, dan memperjuangkan kesempatan itu.

Memutuskan berarti menciptakan komitmen untuk mendapatkan kesempatan melalui keaktifan kita. Menciptakan berarti mengambil langkah-langkah pasti supaya peluang-peluang tercipta atau mendatangi kita karena sikap proaktif. Sementara memperjuangkan berarti membuat usaha-usaha yang benar supaya kesempatan dapat dimanfaatkan dan memberikan hasil seperti yang kita inginkan.

Kadangkala, kesempatan itu pada awalnya tampak sepele sekali. Tapi jangan remehkan kesempatan sekecil apa pun. Seringkali pencapaian besar justru diawali dari kesempatan-kesempatan kecil, yang umumnya dilewatkan banyak orang. Dan benar, hanya orang-orang yang mampu mengenali kesempatan saja yang bakal mendapatkan manfaat terbesar darinya. Mereka yang berhasil biasanya jeli memanfaatkan kesempatan-kesempatan kecil dan kemudian melakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk mendapatkan manfaat terbesar. Merekalah yang disebut sebagai orang-orang yang beruntung.

Waktu Yang Tersisa

Suatu hari di sebuah rumah sakit, tampak seorang nenek berumur sekitar 70 tahunan, tiba di rumah sakit dengan tergesa-gesa, segera dia mendaftarkan diri di bagian administrasi rumah sakit sebagai pasien dokter penyakit dalam , dan tidak lama kemudian… si nenek berjalan tertatih membawa kartu pasien dan menghampiri suster yang berada di depan ruang praktek si dokter untuk memberitahu kedatangannya dan memberikan nomer urut antriannya.

"Suster, sekarang pasien nomer berapa? Giliran saya masih harus menunggu berapa lama untuk ketemu dokter?" Tanya si nenek. "Tunggu saja nek, nanti dipanggil sesuai nomer urut" jawab si suster begitu saja. Rupanya nenek adalah pasien lama di sana sehingga tanpa banyak bertanya lagi, ia pun menempati bangku, bersama-sama dengan pasien lain menunggu giliran di panggil. Selang beberapa saat, sikapnya terlihat gelisah, sebentar-bentar dia melihat ke jam dinding, mulai mondar-mandir seolah tidak sabar menanti. Diberanikan diri menghampiri suster dan bertanya dengan was-was karena takut si suster marah. "Masih lama ya sus?" "Ya! Tunggu saja" jawab suster.

Saat giliran nomer urutnya sudah dekat, tiba-tiba ada panggilan darurat dari rumah sakit karena ada pasien gawat yang harus segera ditangani sang dokter. Bergegas dokter pun pergi meninggalkan ruang prakteknya untuk menolong pasien yang lebih membutuhkannya. Si nenek dengan kesal kembali duduk, kemudian berdiri, lalu mulai berjalan mondar-mandir.

Kejadian itu memancing reaksi 2 remaja yang juga sedang menunggu di situ, "Si Nenek itu kelihatan gelisah dan tidak sabaran ya. Sudah setua itu memangnya dia punya kesibukan apa kok menunggu aja tidak sabar begitu" Kemudian ditimpali oleh temannya, "Iya tuh, udah berumur setua itu, ngapain sih kok maunya buru-buru. Waktu kan masih panjang, belum juga larut malam".

Dengan tidak terduga oleh kedua remaja tadi, si nenek menghampiri mereka dan menyapa ramah, "Anak muda, nenek mendengar apa yang kalian bicarakan tentang nenek. Memang nenek kurang sabar menunggu disini tanpa melakukan sesuatu. Justru karena nenek sudah berumur, nenek tidak memiliki banyak waktu lagi untuk melakukan hal-hal yang belum sempat nenek lakukan. Kesadaran bahwa sisa waktu nenek yang tidak banyak inilah maka nenek tidak sabar menunggu di sini terlalu lama tanpa bisa melakukan apapun. Tentu kalian bisa mengerti kenapa nenek tidak sabar menunggu kan?"

"Oh, iya.. iya nek. Maafkan kami nek. Kami tidak berpikir panjang tentang waktu yang begitu berharga seperti kata nenek. Sepantasnya kami yang muda pun harus berpikir tidak boleh menyia-nyiakan waktu dengan tidak melakukan apa-apa seperti ini. Terimakasih nenek telah mengingatkan kepada kami".

Pembaca yang berbahagia,

Umur manusia tidak ada seorangpun yang bisa mengukur secara tepat, kapan saat kita lahir dan kapan saat kematian tiba. Jika kesadaran tentang nilai waktu, yakni akan sisa waktu yang dimiliki dan mau memanfaatkan dengan benar sesuai dengan peran kita saat ini, dimanapun kita berada, maka saat itulah kehidupan senyatanya baru dimulai.

Waktu adalah kekayaan paling berharga yang dimiliki setiap manusia

Mari kita manfaatkan waktu dengan optimis dan diarahkan pada sasaran hidup yang menantang, sehingga membuat hidup kita semakin hidup, penuh gairah dan bahagia.
 

Kisah Maricel Apatan

Ini adalah kisah nyata seorang wanita muda yang merasakan penderitaan yang paling mengerikan. Ketika kita membaca ceritanya, kita akan menyadari bahwa pengalaman hidup yang kita alami sama sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang telah dialami gadis muda ini.

….

Pada tanggal 25 September 2000, Maricel Apatan berumur 11 tahun yang tinggal di Zamboanga, pergi bersama pamannya untuk mengambil air.

Ditengah perjalanan mereka bertemu empat orang laki-laki. Mereka membawa parang. Mereka memerintahkan pamannya untuk tiarap di tanah, lalu mereka membacok lehernya dan membunuhnya.

Maricel terkejut dan sangat ketakutan, karena dia mengenal mereka sebagai tetangganya. Dia mencoba melarikan diri, tapi orang-orang itu mengejarnya.

Dia berteriak, “Kuya, ‘wag po, ‘wag n’yo akong tagain! Maawa po kayo sa akin!” (“Jangan bunuh aku! Ampuni aku!”)

Tapi mereka tidak perduli. Dengan pisau panjangnya, seorang pria menyabet lehernya juga. Maricel jatuh ke tanah dan pingsan.

Ketika ia sadar, ia melihat banyak darah. Dia juga melihat kaki orang-orang itu di sekelilingnya, tapi ia berpura-pura mati.

Ketika mereka telah pergi, Maricel berlari pulang. Tapi sepanjang jalan, dia melihat bahwa kedua tangannya putus. Karena orang itu membacok tangannya juga. Dia menangis tetapi dia terus berlari.

Terkadang dia pingsan dan jatuh ke tanah. Tapi dia sadar kembali dan lari lagi. Ketika dia sudah dekat rumah, Maricel berteriak memanggil ibunya.

Ketika melihat keadaan putrinya itu, ibunya panik dan menjerit ketakutan. Dia lalu membungkus tubuh anaknya yang berdarah itu dengan selimut dan membawanya ke rumah sakit.

Permasalahan lainnya adalah: Dari rumah mereka ke jalan raya, berjarak 12-kilometer. Mereka butuh waktu 4 jam untuk mencapai jalan raya.

Ketika mereka tiba di rumah sakit, para dokter berpikir Maricel akan mati. Selama 5 jam, mereka mengoperasinya. Diperlukan 25 jahitan untuk menjahit luka pisau panjang di leher dan punggungnya.

Maricel hampir tidak selamat. Dan dia kehilangan kedua tangannya. Ironisnya, hari berikutnya adalah ulang tahun Maricel yang ke 12.

Namun tragedi belum berakhir. Ketika mereka pulang, mereka lihat rumah mereka sudah hancur, dijarah dan dibakar oleh orang jahat itu.

Mereka jadi miskin, keluarga Maricel juga tidak memiliki uang P50,000 untuk membayar tagihan rumah sakitnya. Tetapi Allah mengutus malaikat di sepanjang jalan untuk membantu mereka.

Uskup Agung Antonio Ledesma, saudara jauh mereka, membayar tagihan rumah sakit dan membantu mereka membawa para penjahat ke pengadilan. Mereka dijatuhi hukuman penjara.

Sebuah organisasi membantunya menyelesaikan studi, Sekarang Maricel tinggal bersama para biarawati di Regina Rosarii dengan Sr Eppie Brasil, OP. Ini adalah keajaiban yang luar biasa. Bukannya jadi depresi, Maricel terus semangat untuk maju.

Alih-alih menyalahkan Tuhan mengapa dia kehilangan tangan, Maricel sekarang menggunakan pergelangan tangannya dengan cara-cara luar biasa yang membuat kita menjadi sangat takjub.

Maricel dipuji sebagai anak yang paling rajin, terbaik di bidang komputer, dan paling sopan di Sekolah untuk Anak-anak lumpuh. Pada tahun 2008, ia lulus dari kursus “Hotel dan Restoran Manajemen”. Dia bahkan menerima medali Emas untuk Seni dan Kerajinan.

Pada tahun 2011, ia menyelesaikan pendidikannya menjadi juru masak. Ya, Juru Masak tanpa tangan. Tidak ada yang bisa menghentikan wanita muda ini mencapai impiannya.

Ekor yang Terputus

Alkisah, suatu hari di tepian parit sebuah desa, tampak seekor cicak kecil berusaha berlari menghidari sergapan ular yang sedang kelaparan. Rimbunnya rumput di sekitar situ membantu cicak menyelamatkan diri, tetapi usaha si cicak tidak bertahan lama...

Hup, ekor cicak pun tertangkap sang ular. Dengan kekuatan seadanya, cicak berupaya dan terus berjuang untuk meloloskan diri dari ular itu. Demi menyelamatkan nyawanya, cicak menggunakan upaya terakhir dengan memutuskan ekornya dan segera melarikan diri dengan berlari sekuat tenaganya.

Kebetulan kejadian itu dilihat oleh seorang petani. Karena merasa kasihan, berkatalah si petani kepada si cicak. "Hai cicak kecil, sungguh beruntung kamu bisa menyelamatkan diri dari santapan si ular. Namun sayang sekali ekormu harus terputus. Apakah kamu merasa sangat kesakitan?"

Dengan mata kecilnya, si cicak kecil menatap ke mata simpati si petani sambil menganggukkan kepalanya. Terlihat samar matanya berkaca-kaca.

Si petani tersentuh hatinya dan menawarkan bantuannya kepada cicak itu. "Kemarilah cicak, aku akan membantu membalut lukamu. Aku punya obat luka yang mujarab untuk menyembuhkan lukamu." Si petani lalu mengeluarkan sebungkus obat.

Kebaikan hari Pak Tani membalut lukaku, justru akan menghambat pertumbuhan ekor baruku. Terima kasih atas kebaikan hatimu. Aku sendiri sangat bersyukur atas rasa sakit ini. Itu menyadarkan kepadaku bahwa aku harus lebih menghargai kehidupan ini dengan berjuang dan mensyukuri setiap hari yang masih tersisa untukku. Sekali lagi terima kasih dan sampai jumpa pak Tani," si cicak merangkak menjauh sambil memikul rasa sakit yang sangat. Jauh di dalam hatinya, cicak tahu, semua penderitaan ini hanyalah sebuah proses pendewasaan yang harus dilalui.

Batu Yang Kusam

Alkisah, suatu hari seorang gadis menemukan sebongkah batu kusam di pinggir jalan. Meski hanya batu biasa, si gadis memungutnya dan menyimpannya baik-baik. Bahkan, setiap hari ia menggosok batu itu dengan hati-hati. Batu yang bukan permata itu dan karena terus digosok dan digosok, lama-kelamaan berubah menjadi mengkilat dan bersinar.

Si gadis pun membawa batu itu ke tukang permata untuk diolah menjadi sebuah liontin yang indah. Ajaibnya, di tangan ahlinya batu biasa itu berubah hingga menyerupai batu permata. Begitu berkilau dan sangat indah. Si gadis sungguh gembira melihat batu biasanya bisa berubah begitu rupa. Ia pun memamerkannya pada siapa pun yang dijumpainya. Sudah diduga, semua orang yang melihat mengira batu itu adalah permata yang mahal harganya. Si gadis semakin percaya diri dan selalu memakai liontinnya ke mana pun ia pergi.

Hingga suatu hari liontin batu itu terlepas dari ikatannya. Si gadis baru menyadari lama setelah itu, jadi dia sungguh tak tahu liontinnya hilang di mana. Hal ini membuatnya sangat sedih. Dia pun jadi kehilangan selera makan dan tidak bersemangat. Sampai suatu hari ada seorang kakek yang melihatnya sedang termenung. Bertanyalah si kakek tentang kesedihannya. Si gadis pun menceritakan semuanya.

Setelah si gadis selesai bercerita, berkatalah si kakek, "Anakku, sadarilah semua hal yang telah kamu lalui itu adalah proses menuju keberhasilanmu. Dulu kamu menemukan batu kusam di jalanan. Lalu, kamu mengambil dan menjaganya baik-baik. Selalu menggosoknya hingga akhirnya menjadi mengkilat. Dan di tangan tukang permata, batu itu menjadi lebih indah lagi, mirip permata. Ketahuilah, semua itu hanyalah proses. Dulu kamu tekun menjalani setiap tahapan mengubah batu kusam menjadi sebuah benda yang terlihat berharga. Batu itu sebenarnya hanyalah batu. Keuletanmu menjaganya itulah yang membuatnya lebih bernilai.

Lalu, mengapa kamu jadi bersedih hanya karena kehilangan batu itu? Lihat di sekitarmu, masih banyak batu-batu kusam yang dapat kau jadikan batu yang berkilat indah. Ciptakan lebih banyak karya indah yang akan menceriakan hari-harimu dan membuat wajahmu berseri-seri. Itu jauh lebih penting daripada meratapi seonggok batu kusam yang hilang."

Seketika si gadis diliputi kecerahan dan keceriaan. Dia sudah menyadari kebodohannya. Si gadis pun dengan gembira siap berusaha dan memproses lagi batu kusam menjadi permata.

Pemburu dan Kelinci

Di tepi sebuah hutan, tinggallah seorang pemburu dengan anak semata wayangnya. Melihat hasil buruan ayahnya, si anak tertarik untuk belajar menggunakan busur dan anak panah. Dia merengek kepada sang ayah untuk membuatkan busur dan anak panah dalam ukuran lebih kecil untuk berlatih dan suatu hari nanti bisa mengikuti jejak sang ayah menjadi seorang pemburu.



Hari yang dinanti-nantikan itu pun akhirnya tiba. Dengan gembira, si anak membawa busur dan anak panahnya, memulai hari pertamanya pergi berburu ke dalam hutan. Dia pun dengan teliti memperhatikan setiap gerakan di semak-semak sambil mengikuti tanda petunjuk yang di buat sang ayah agar tidak tersesat di dalam hutan. Tiba-tiba, hampir bersamaan tampak dua kelinci keluar dari semak-semak. Pemburu muda segera mengarahkan busurnya ke arah kelinci sebelah kiri. Tetapi saat dia melirik ke kanan, tampaklah seekor kelinci yang lebih gemuk. Dia pun ganti mengarahkan busurnya ke sebelah kanan. Tapi saat itu, si kelinci sudah kabur ke semak. Maka dengan terburu-buru dia pun mengarahkan busurnya ke kiri, dan kelinci itu pun sudah menghilang ke semak-semak.



Ketika bertemu dengan ayahnya, dengan kesal si pemburu muda berseru, "Ayah, saya belum mendapatkan satu buruan pun. Tadi ada dua ekor kelinci, tetapi kelinci-kelinci itu lincah sekali! Belum sempat saya lepaskan anak panah, mereka sudah hilang di semak-semak. Wah, padahal saya sudah berusaha bergerak dengan cepat. Saat saya beralih sasaran ke kelinci yang lain, dia juga sudah kabur. Saya gagal di perburuan pertama ini. Apa yang salah, Ayah?"



Si ayah tersenyum dan berkata, "Kegagalanmu kali ini adalah sebuah pelajaran yang sangat berharga buatmu, anakku. Kelinci-kelinci itu adalah sasaran yang bagus. Salahnya bukan karena kelincinya yang kecil dan lincah, tetapi karena kamu tidak fokus pada titik sasaran! Sebentar mengarah ke kiri dan sebentar ke kanan. Ingat! Kamu tidak mungkin dapat melakukan dua pekerjaan sekaligus di saat yang bersamaan. Kamu harus menentukan satu pilihan dan fokus untuk menyelesaikannya.



Andai tadi kamu membidik dengan fokus hanya pada satu titik sasaran, tentu hasilnya akan berbeda. Mungkin saat ini kamu sudah berhasil membawa pulang kelinci lincah itu."
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

One rabbit in hand is batter than two rabbits in the bush. Satu kelinci di tangan lebih baik daripada dua kelinci di semak-semak. Demikian peribahasa yang tepat untuk menggambarkan kisah ilustrasi di atas. Begitu pula di dalam kehidupan ini, untuk sukses dalam mengembangkan karier atau bisnis kita. Jangan mudah berganti-ganti bidang pekerjaan; sebentar mengerjakan bisnis ini, sebentar beralih ke pekerjaan atau bisnis yang lain. Atau ingin menguasai semua pekerjaan. Untuk berhasil, kita harus fokus pada titik sasaran yang akan kita raih.

Cahaya Lilin

Di sebuah kerajaan, raja mempunyai dua orang putra yang beranjak menjadi dewasa. Mereka berdua sama pandainya dan baik hati. Melihat karakter dan kemampuan kedua putra mahkota, rakyat merasa lega dan berbahagia karena kelak, apabila raja turun dari tahta, siapapun di antara kedua putra mahkota, pasti akan mampu memimpin kerajaan dengan baik dan bijak.


Akhirnya tiba waktunya, raja harus menentukan pilihan, siapa penerus tahta di antara dua anak tersebut. Setelah memikirkan cukup lama, maka suatu hari dipanggillah keduanya untuk menghadap raja.

“Anakku! Ayah tahu kalian berdua sama-sama pandai, berprestasi serta dan mencintai kerajaan ini. Ayah menyayangi kalian dan tidak pernah membeda-bedakan. Umur ayah sudah semakin tua, suatu hari kelak, ayah harus menyerahkan tahta kerajaan ini kepada salah satu di antara kalian. Entah siapapun kelak yang memerintah kerajaan ini, kalian harus tahu dan mengerti, bahwa ayah tidak pernah meragukan kemampuan kalian dan tetap mencintai kalian sama besarnya.”


Setelah diam sejenak, sang raja melanjutkan, “Ada yang Ayah ingin kalian pikirkan baik-baik sebelum menjawab. Jawaban kalian akan menentukan seberapa besar kebijaksanaan yang kalian punyai untuk menjadi diri sendiri dan pemimpin di kemudian hari. Apakah kalian siap mendengar?” Keduanya menganggukkan kepala dan bersamaan menjawab, “Kami siap!”

Lalu sang raja memberi sekeping uang emas kepada kedua putranya sambil berkata, ”Dengan uang ini belilah benda atau apa saja yang dapat memberikan gambaran dan pandanganmu apabila engkau memimpin kerajaan ini”.


Tiga hari kemudian, saat malam tiba, satu persatu mereka menghadap raja. Si sulung ternyata membeli sebuah pena, diapun menjelaskan, “Pena adalah benda yang penting dan serba guna. Dengan pena ini, aku akan menulis semua yang Ayah inginkan dan rencanakan untuk kesejahteraan kerajaan ini.”

Saat si bungsu tiba, dia mengajak ayahnya masuk ke dalam sebuah ruangan yang gelap, dan menghidupkan lilin di tangannya sambil berucap, “Ayah, menurut ananda, seorang pemimpin sama seperti cahaya lilin ini, memberi penerangan bagi mereka yang ada di kegelapan dan menjadi panutan pada semua orang yang dipimpinnya. Dan setiap saat rela berkorban untuk penerangan itu sendiri.”


Sang raja sangat gembira dengan jawaban kedua putranya. Setelah menganalisa secara saksama, akhirnya sang raja memilih anak kedua sebagai calon penerus tahta kerajaan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sahabat, gambaran seorang pemimpin sama seperti nyala sebuah lilin yang mampu menerangi dan menghangatkan seisi ruangan adalah tepat sekali, karena pemimpin bukanlah sekadar posisi yang hanya memerintah dan mengawasi. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk membimbing, membina, dan mengembangkan kelebihan orang yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam proses pencapaian cita-cita bersama.

Kepemimpinan adalah teladan, pengabdian dan proses tanggung jawab tanpa henti.

Tidak Ada Jalan yang Rata untuk Sukses

Di pagi hari yang buta, terlihat seorang pemuda dengan bungkusan kain berisi bekal di punggungnya tengah berjalan dengan tujuan mendaki ke puncak gunung yang terkenal. Konon kabarnya, di puncak gunung itu terdapat pemandangan indah layaknya berada di surga.

Ketika sampai di lereng gunung, terlihat sebuah rumah kecil yang dihuni oleh seorang kakek tua. Setelah menyapa pemilik rumah, si pemuda mengutarakan maksudnya "Kek, saya ingin mendaki gunung ini. Tolong Kek, tunjukkan jalan yang paling mudah untuk mencapai ke puncak gunung!"

Si kakek dengan enggan mengangkat tangan dan menunjukkan tiga jari ke hadapan pemuda, "Ada tiga jalan untuk menuju puncak gunung ini. Kamu bisa memilih sebelah kiri, tengah, atau sebelah kanan."

"Kalau saya memilih sebelah kiri?" tanya si pemuda.

"Jalur sebelah kiri ada banyak bebatuan," jawab sang kakek pendek.

Setelah berpamitan dan mengucap terima kasih, si pemuda bergegas melanjutkan perjalanannya. Beberapa jam kemudian dengan peluh bercucuran, si pemuda terlihat kembali di depan pintu rumah sang kakek.

"Kek, saya tidak sanggup melewati terjalnya batu-batuan. Jalan sebelah mana lagi yang harus aku lewati?"

Si kakek dengan tersenyum mengangkat lagi 3 jari tangannya sambil menjawab, "Pilihlah sendiri, kiri, tengah atau sebelah kanan?"
"Hmmm, jika saya memilih jalan sebelah kanan...?"

"Jalur sebelah kanan banyak semak berduri!"

Setelah beristirahat sejenak, si pemuda kembali berangkat untuk mendaki. Selang beberapa jam kemudian, dia kembali lagi ke rumah si kakek. Dengan kelelahan si pemuda berkata, "Kek, saya sungguh-sungguh ingin mencapai puncak gunung. Jalan sebelah kanan dan kiri telah kutempuh, tapi rasanya saya tetap berputar-putar di tempat yang sama. Saya tidak berhasil mendaki ke tempat yang lebih tinggi dan harus kembali kemari tanpa hasil. Tolong deh, Kek ... tunjukkan jalan lain yang rata dan lebih mudah agar saya sukses mendaki hingga ke puncak gunung."

Sang kakek dengan serius mendengarkan keluhan si pemuda. Kemudian sambil menatap tajam, dia berkata tegas "Anak muda! Jika kamu ingin sampai ke puncak gunung, tidak ada jalan yang rata dan mudah! Rintangan berupa bebatuan dan semak berduri, harus kamu lewati, bahkan kadang jalan buntu pun harus kamu hadapi. Selama keinginanmu untuk mencapai puncak itu tetap tidak goyah, hadapi semua rintangan! Hadapi semua tantangan yang ada! Jalani langkahmu setapak demi setapak, kamu pasti akan berhasil mencapai puncak gunung itu. Jangan lupa, nikmati juga pemandangan yang luar biasa! Apakah kamu mengerti?"

Dengan takjub si pemuda mendengar semua ucapan kakek. Lalu, sambil tersenyum gembira, dia menjawab, "Saya mengerti Kek, saya mengerti! Terima kasih! Saya siap menghadapi selangkah demi selangkah setiap rintangan dan tantangan yang ada! Tekad saya makin mantap untuk mendaki lagi sampai mencapai puncak gunung ini."

Dengan senyum puas , sang kakek berkata, "Anak muda, aku percaya kamu pasti bisa mencapai puncak gunung itu!"

Selasa, 30 Juli 2013

The Power Of Determination

Di suatu sore hari, tampak seorang pemuda tengah berada di sebuah taman umum. Dari raut wajahnya tampak kesedihan, kekecewaan dan frustasi yang menggantung disana. Dia sebentar berjalan dengan langkah gontai dan kepala tertunduk lesu, sebentar terduduk dan menghela napas panjang, kegiatan itu diulang berkali-kali seakan dia tidak tahu apa yang hendak dilakukannya.

Saat itu, tiba-tiba pandangan matanya terpaku pada gerakan seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya diantara ranting sebatang pohon tempat dia duduk sambil melamun. Dengan perasaan iseng dan kesal diambilnya sebatang ranting dan segera sarang laba-laba itupun menjadi korban kejengkelan dan keisengannya, dirusak tanpa ampun. Perhatiannya teralih sementara untuk mengamati ulah si laba-laba. Dalam hati dia ingin tahu, kira-kira Apa yang akan dikerjakan laba-laba setelah sarangnya hancur oleh tangan isengnya? Apakah laba-laba akan lari terbirit-birit atau dia akan membuat kembali sarangnya di tempat lain?

Pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban untuk waktu yang lama. Karena si laba-laba kembali ke tempatnya semula, mulai mengulangi kegiatan yang sama, merayap-merajut-melompat, setiap helai benang dipintalnya dari awal, semakin lama semakin lebar dan hampir menyelesaikan seluruh pembuatan sarang barunya.Setelah menyaksikan usaha si laba-laba yang sibuk bekerja lagi dengan semangat penuh memperbaiki dan membuat sarang baru,
kembali ranting si pemuda beraksi dengan tujuan menghancurkan sarang tersebut untuk kedua kalinya. Dengan perasaan puas dan ingin tahu, diamati ulah si laba-laba, apa gerangan yang akan dikerjakannya setelah pengrusakan sarang kedua kalinya? Ternyata untuk ketiga kalinya, laba-laba mengulangi kegiatannya, kembali memulai dari awal dengan bersemangat merayap-merajut-melompat dengan setiap helai benang yang dihasilkan dari tubuhnya, memintal membuat sarang sedikit demi sedikit.

Melihat dan mengamati ulah laba-laba, membangun sarang yang telah hancur untuk ke tigakalinya,
saat itulah si pemuda mendadak sontak tersadarkan. Tidak peduli berapa kali sarang laba-laba dirusak dan dihancurkan, sebanyak itu pula laba-laba membangun sarangnya kembali. dengan giat bekerja tanpa mengenal lelah, Semangat binatang kecil sungguh luar biasa!!

Hal itu menimbulkan perasaan malu Si pemuda. Karena sesungguhnya, si pemuda berada di taman itu, dengan hati dan perasaan gundah karena dia baru saja mengalami satu kali kegagalan! Melihat semangat pantang menyerah laba-laba, dia pun berjanji dalam hati : Aku tidak pantas mengeluh dan putus asa karena telah mengalami satu kali kegagalan. Aku harus bangkit lagi ! berjuang dengan lebih giat dan siap memerangi setiap kegagalan yang menghadang, seperti semangat laba-laba kecil yang membangun sarangnya kembali dari setiap kehancuran!

Kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.

Kegagalan bukan berarti kita harus menyerah apalagi putus asa, kegagalan itu berarti kita harus introspeksi diri dan berikhtiar lebih keras dari hari kemarin, selama kita masih memiliki tujuan yang menggairahkan untuk di capai, tidak pantas kita patah semangat ditengah jalan, karena dalam kenyataannya , tidak ada sukses sejati yang tercipta tanpa melewati kegagalan. Jangan takut gagal!
Kegagalan adalah bagian kecil dari proses kesuksesan.

Bersyukur dan Bahagia

Alkisah, ada seorang pedagang kaya yang merasa dirinya tidak bahagia. Dari pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai bekerja. Siang hari bertemu dengan orang-orang untuk membeli atau menjual barang. Hingga malam hari, dia masih sibuk dengan buku catatan dan mesin hitungnya. Menjelang tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu hari-hari berlalu.

Suatu pagi sehabis mandi, saat berkaca, tiba-tiba dia kaget saat menyadari rambutnya mulai menipis dan berwarna abu-abu. "Akh. Aku sudah menua. Setiap hari aku bekerja, telah menghasilkan kekayaan begitu besar! Tetapi kenapa aku tidak bahagia? Ke mana saja aku selama ini?"

Setelah menimbang, si pedagang memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kesibukannya dan melihat kehidupan di luar sana. Dia berpakaian layaknya rakyat biasa dan membaur ke tempat keramaian.

"Duh, hidup begitu susah, begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja miskin dan kurang," terdengar sebagian penduduk berkeluh kesah.

Di tempat lain, dia mendengar seorang saudagar kaya; walaupun harta berkecukupan, tetapi tampak sedang sibuk berkata-kata kotor dan memaki dengan garang. Tampaknya dia juga tidak bahagia.

Si pedagang meneruskan perjalanannya hingga tiba di tepi sebuah hutan. Saat dia berniat untuk beristirahat sejenak di situ, tiba-tiba telinganya menangkap gerak langkah seseorang dan teriakan lantang, "Huah! Tuhan, terima kasih. Hari ini aku telah mampu menyelesaikan tugasku dengan baik. Hari ini aku telah pula makan dengan kenyang dan nikmat. Terima kasih Tuhan, Engkau telah menyertaiku dalam setiap langkahku. Dan sekarang, saatnya hambamu hendak beristirahat."

Setelah tertegun beberapa saat dan menyimak suara lantang itu, si pedagang bergegas mendatangi asal suara tadi. Terlihat seorang pemuda berbaju lusuh telentang di rerumputan. Matanya terpejam. Wajahnya begitu bersahaja.

Mendengar suara di sekitarnya, dia terbangun. Dengan tersenyum dia menyapa ramah, "Hai, Pak Tua. Silahkan beristirahat di sini."

"Terima kasih, Anak Muda. Boleh bapak bertanya?" tanya si pedagang.

"Silakan."

"Apakah kerjamu setiap hari seperti ini?"

"Tidak, Pak Tua. Menurutku, tak peduli apapun pekerjaan itu, asalkan setiap hari aku bisa bekerja dengan sebaik2nya dan pastinya aku tidak harus mengerjakan hal sama setiap hari. Aku senang, orang yang kubantu senang, orang yang membantuku juga senang, pasti Tuhan juga senang di atas sana. Ya kan? Dan akhirnya, aku perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua pemberiannya ini".

Pecel Lele

Kisah ini saya kutip dari buku. ”Bahagianya Merayakan Cinta” karya Salim A Fillah.

Suatu hari ada seorang lelaki, yang ikut antri di warung pecel lele didaerah Monjali. Mendung bergantung sore itu, dan warna hitam yang menyeruak d ibarat mulai bergerak mendekat. Dia, berkaos putih yang leherannya mulai geripis, dikepalanya ada pecis putih yang kecil, dan celananya beberapa senti diatas mata kaki. Sandal jepit swallow yang talinya hampir putus nyangkut diantara jempol dan jari kakinya. Seperti yang lain ia juga memesan,

”Pecel Lele, Mas!”

”Berapa?” Tanya Mas penjual yang asyik menguleg sambal terasi sambil sesekali meraih sothil besar untuk membalik gorengan lele di wajan raksasa. Gemuruh bunyi kompor mengharuskan orang berbicara sedikit lebih keras.

”Satu. Dibungkus..”

Perlahan tangannya merogoh saku celana, lalu duduk sembari menghitung uangnya. Malu malu, tangannya dijorokkan sedikit ke bawah meja. Uang pecahan ratusan sudah disatukan dengan selotip bening per sepuluhan keping, pas jumlahnya sesuai harga.

”Nggak makan sini aja Mas? Takut keburu hujan ya?”

”Hihi, buat Istri”

”Oo..”

Selesai perjalanan dibungkus, bersamaan dengan bunyi keritik yang mulai menggambar titik-titik basah di tenda terpal milik Mas Pecel Lele. Agak berlari ia keluar, tetapi melebatnya sang hujan jauh lebih cepat dari tapak-tapak kecilnya. Khawatir pecel lele untuk istri tercinta yang hanya dibungkus kertas akan berkuah, ia selipkan masuk ke perutnya. Bungkusan itu ia rengkuh erat dengan tangan kanan, tersembunyi dibalik kaos putih yang mulai transparan disapu air. Tangan kirinya keatas, mencoba melindungi kepalanya dari terpaan ganas hujan yang tercurah memukul-mukul. Saat itu ia sadar, ia ambil pecisnya. Ia pakai juga untuk melapisi bungkusan pecel lele.

Huff, lumayan aman sekarang. Tetapi 3 kilometer bukanlah jarak yang dekat untuk berjalan ditengah hujan, bukan?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sahabat, apa perasaan anda ketika membaca kisah lelaki ini? Kasihan. Iba. Miris. Sedih.

Itu kan anda! Coba tanyakan pada laki-laki itu, kalau anda bertemu. Oh, sungguh berbeda. Betapa berbunga hatinya. Dadanya dipenuhi heroisme sebagai suami yang baru yang penuh perjuangan untuk membelikan penyambung hayat istri tercinta. Jiwanya dipenuhi getaran kebanggaan, keharuan, dan kegembiraan. Kebahagiaan seolah tak terbatas, menyelam begitu dalam di kebeningan matanya. Ia membayangkan senyum yang menantinya, bagai bayangan surga yang terus terhidupkan di rumah petak kontrakannya.

Ditengah cipratan air dari mobil dan bus kota yang bersicepat, juga sendalnya yang putus lalu hilang ditelan lumpur becek, ia akan tersenyum. Senyum termanis yang disaksikan jagad. Seingatnya, ia belum pernah tersenyum semanis itu saat masih membujang. Subehanallah....

Sahabat, Begitulah, karena ada konsep barokah, kita tidak diperkenankan mengukur badan orang dengan baju kita sendiri. Pada pemandangan yang tak tertembus oleh penilaian subjektif kita itu, daripada berkomentar yang sifatnya iri tanda tak mampu akan jauh lebih baik kita memuji Tuhan atas kebesaran-Nya. Mudah-mudahan Tuhan meluaskan barakah itu hingga kitapun merasainya.

Kerikil-kerikil

Kisah di sebuah pedalaman, hidup seorang pemuda yang pemurung. Seluruh hidupnya selalu dia hiasi dengan penyesalan.

Kenapa aku lakukan itu tadi... Kenapa harus begini...

Pernyataan selalu terlontar dalam benak pemuda itu.... Entah berapa hari dia lewati dengan penuh kemurungan itu... Hingga suatu hari di saat dia duduk di depan rumahnya muncullah seorang nenek yang tua sedang meminggul sesuatu yang sangat berat di punggungnya.

Herannya nenek itu tidak terlihat letih atau pun pucat. Mukanya tampak berseri-seri dan penuh senyuman. Lalu nenek itu bertanya ke pemuda itu.

"Nak... Nenek mau tanya... Kalau lewat jalan ini tembusnya kemana ya?" Pemuda itu merasa heran dan menjawab "Oh Nenek mau kemana? Kalau lewat jalan ini nenek akan ke desa seberang. Ehm nek apa yang Nenek bawa itu?" pemuda itu pun penasaran dengan apa yang dibawa nenek itu.

"Oh terima kasih nak... Nenek mau ke suatu tempat yang bisa menaruh apa yang nenek bawa ini" nenek itu pun menjawab. "Memang apa yang nenek bawa ini?" pemuda itu mulai penasaran.

"Nenek membawa kerikil yang nenek pungut di sepanjang perjalanan nenek ini." Nenek itu menjawab sambil tersenyum.

"Maksud nenek yang nenek bawa itu kerikil? Kan itu berat Nek? Kenapa nenek tidak merasa lelah membawa kerikil sebanyak itu?" Pemuda itu makin penasaran.

"Karena nenek merasa yang nenek bawa ini bukanlah sebuah kerikil yang memberatkan nenek.. Kerikil ini adalah bagian dari perjalanan nenek menuju tempat dimana harus kerikil ditaruh. Kerikil itu indah Nak... dan nenek bahagia membawanya."

Perkataan nenek itu membuat pemuda itu terdiam sejenak... lalu pemuda itu bertanya "Ehm... Kalau boleh saya tahu tempat yang nenek sebut tadi untuk menaruh kerikil ini dimana nek?"

Dengan senyum yang berseri... nenek itu menjawab "Kenangan Nak :-)" Lalu nenek itu berjalan lagi dan menghilang di rerimbunan hutan.

3 Orang Tamu

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah dari perjalanannya keluar rumah, dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.

Wanita itu berkata dengan senyumnya yang khas: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti orang baik-baik yang sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk mengganjal perut”.

Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?”

Wanita itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar”.

“Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suamimu kembali”, kata pria itu.

Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini”.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.

“Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama” , kata pria itu hampir bersamaan.

“Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seseorang pria itu berkata, “Nama dia Kekayaan,” katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut disebelahnya, “sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.

Sedangkan aku sendiri bernama Kasih-Sayang.
Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk kerumahmu.”

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. “Ohho…menyenangka n sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.”

Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen ladang pertanian kita.”

Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Kasih-sayang yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Kasih-sayang. ”

Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. “Baiklah, ajak masuk si Kasih-sayang ini ke dalam. Dan malam ini, Si Kasih-sayang menjadi teman santap malam kita.”

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. “Siapa diantara Anda yang bernama Kasih-sayang? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.”

Si Kasih-sayang berdiri, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.

“Aku hanya mengundang si Kasih-sayang yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?”

Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Kasih-sayang, maka, kemana pun Kasih sayang pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Kasih-sayang, maka kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami berdua ini buta. Dan hanya si Kasih-sayang yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.”

Tak Ada Jalan Pintas

Keberhasilan tak diperoleh begitu saja. Ia adalah buah dari pohon kerja keras yang berjuang untuk tumbuh. Jangan terlalu berharap pada kemujuran.

Apakah kita tahu apa itu kemujuran? Apakah kita dapat mendatangkan kemujuran sesuai keinginan kalian? Padahal kita tahu, kita tak selalu mampu menjelaskan dari mana datangnya.

Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kita melangkahkan kaki melalui anak tangga satu per satu.

Tak perlu repot-repot membuang waktu untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati.

Untuk apa berhasil jika kita tak merasa puas?

Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.

Amatilah jalan lurus. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kita yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus.

Ketekunan adalah Kekuatan Anda

Apa yang anda raih sekarang adalah hasil dari hasil usaha-usaha kecil yang anda lakukan terus-menerus. Keberhasilan bukan suatu yang turun begitu saja. Bila anda yakin pada tujuan dan jalan anda, maka anda harus memiliki ketekunan untuk tetap berusaha. Ketekunan adalah kemampuan anda untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan.

Anda harus tetap mengambil langkah selanjutnya. Jangan hanya berhenti di langkah pertama. Memang semakin jauh anda berjalan,semakin banyak rintangan yang menghadang.

Bayangkan, andai saja kemarin anda berhenti, maka anda tidak berada di sini sekarang. Setiap langkah menaikan nilai diri anda. Apapun yang anda lakukan, jangan sampai kehilangan ketekunan anda. Karena ketekunan adalah daya tahan anda.

Pepatah mengatakan bahwa “ribuan kilometer langkah dimulai dengan satu langkah”. Sebuah langkah besar sebenarnya terdiri dari banyak langkah-langkah kecil.

Dan langkah pertama keberhasilan harus anda mulai dari rumah anda. Rumah anda yang paling baik adalah hati anda. Itulah sebaik-baiknya tempat untuk memulai dan untuk kembali.

Karena itu mulailah kemajuan anda dengan memajukan hati anda, kemudian pikiran anda dan usaha-usaha anda.

Anda Tidaklah Sendiri

Kesepian bukan karena tiadanya orang di sekitar, namun karena tiadanya seseorang di hati. Kita dapat kehilangan saat-saat yang berharga. Yaitu ketika suatu saat merasa enggan untuk memberikan bantuan pada orang yang membutuhkan.

Saat mengulurkan pertolongan, tanpa sadar kita menjalin hati kita dan hati orang lain dengan dawai emas yang tak tampak.

Dawai itu bernama persaudaraan.

Semakin banyak kita menjalin dawai semakin jauh hati kita dari kesepian. Karena dawai-dawai itu akan mendentingkan nada nada yang memenuhi dan menghibur jiwa.

Kisah Louis Braille

Bagi kaum tunanetra sosok Louis Braille ini ibarat sosok Prometheus. Berkat perjuangan dari Louis Braille dalam menciptakan huruf yang kini kita kenal dengan huruf Braille ini Louis Braille membuka banyak mata para kaum tunanetra sehingga bisa 'melihat' dunia melalui tulisan. Mari kita simak kisah hidupnya..

Prometheus dalam mitologi Yunani adalah titan yang mencuri api milik para dewa yang kemudian diberikannya kepada manusia agar manusia bisa mengembangkan peradaban. Karakter kepahlawan yang seperti Prometheus ini bisa kita jumpai pada diri Louis Braille ini.

Kira-kira lebih dari 200 tahun yang lampau, di Perancis di sebuah desa kecil disana, hiduplah sebuah keluarga sederhana di sebuah rumah batu yang mungil. Simon Rene Braille, seorang kepala keluarga yang menghidupi istri dan empat orang anaknya dengan bekerja membuat pelana kuda dan sadelnya bagi para petani di daerahnya.

Pada 4 Januari 1809, lahirlah seorang anak terakhir dari keluarga Simon Rene Braille, yang diberi nama Louis Braille. Louis ini semenjak dari kecilnya sudah menunjukkan bakat-bakat menonjol, seperti cerdik, banyak akal dan mempunyai rasa penasaran akan sesuatu yang terus menerus dan seakan tidak ada habisnya.

Saat dirinya masih balita, Louis kecil sering sekali diajak ke bengkel kerja ayahnya, dimana disana ia bermain dengan berbagai peralatan yang ada dan memperhatikan proses pembuatan pelana yang ayahnya kerjakan.

Tak disangka suatu hari keisengan Louis kecil dengan berbagai peralatan yang ada di bengkel ayahnya menimbulkan bencana untuk dirinya. Saat ia sedang bermain dengan benda tajam yang biasanya digunakan ayahnya untuk melubangi bahan dari kulit, benda yang tajam itu tidak sengaja mengenai salah satu matanya. Luka tersebut kemudian menjadi infeksi dan menyebar ke mata yang lain, sehingga dalam waktu satu tahun Louis pun menjadi seorang tuna netra.

Karena saat itu Louis masih begitu kecil, keluarganya bahkan juga ayah dan ibunya menjadi kuatir dengan masa depannya Louis karena kebutaannya itu. Namun pendeta dan guru sekolah tetap mendorong agar Louis tetap diikutkan ke sekolah seperti halnya murid-murid normal yang lainnya. Walaupun saat belajar Louis hanya bisa menangkap pelajaran hanya melalui pendengarannya.

Louis Braille berhasil menjadi juara kelas dan mematahkan anggapan bahwa anak difabel tidak bisa berprestasi. Dengan kemampuannya yaitu daya tangkap Louis yang luar biasa dan juga daya ingatnya yang luar biasa, terutama di bidang sains Louis berhasil menjadi juara kelas.

Prestasi Louis Di Usia 10 Tahun
Di usia 10 tahun Louis berhasil meraih beasiswa dari Royal Institution For Blind Youth di Paris, yang merupakan satu-satunya sekolah tuna netra yang ada saat itu di dunia. Buku-buku di sekolah tersebut dicetak dengan menggunakan sistem emboss, yaitu cetak menonjol sehingga bisa diraba oleh tangan. Sistem ini diciptakan oleh sang pendiri sekolah, Valentin Hauy.

Di Royal Institution For Blind Youth itu lagi-lagi Louis berhasil menjadi siswa brilian, walaupun disitu ia tercatat sebagai siswa termuda. Ia juga ternyata mempunyai bakat bermusik di dalam dirinya, terutama pada instrument piano, organ, biola dan cello.

Di sekolah ini Louis berpikir banyak mengenai sistem emboss yang ada, dia berpikir bagaimana mengembangkan sistem itu karena pada kenyataannya sistem emboss itu masih memiliki kelemahan karena tidak memungkinkan untuk para tuna netra menulis tulisannya sendiri dengan sistem emboss.

Suatu hari Louis datang ke sebuah ceramah dari seorang yang bekerja di kemiliteran yang bernama Charles Barbier. Tentara ini bercerita mengenai apa yang sedang dikerjakannya yaitu mengembangkan sistem sonografi, atau metode pertukaran kode menggunakan sistem emboss. Metode pertukaran kode ini menggunakan simbol-simbol praktis yang mewakili kata-kata tertentu dan bukannya menggunakan alfabet seperti yang ada di sistem emboss.

Metode yang digunakan oleh Charles Barbier ini pada jaman perang digunakan oleh para tentara untuk bertukar informasi. Namun sistem yang digunakan oleh Charles Barbier ini justru diragukan oleh pihak sekolah dan malah salah satu muridnya yang bernama Louis tertarik untuk mempelajari dan mengembangkannya. Louis Braille meneliti sistem yang digunakan oleh Charles Barbier ini selama tiga tahun.

Louis kemudian mengembangkan sistem Charles Barbier ini menjadi sistem yang dapat berguna dan lebih bermanfaat untuk kaum tuna netra. Setelah melalui serangkaian ujicoba akhirnya Louis Braille yang saat itu masih berumur 15 tahun berhasil membuat sebuah sistem yang memakai enam titik dan disesuaikan untuk ke dua puluh enam alfabet. Bahkan ia merancang kode untuk not musik dan matematika.

Kala itu yang menggunakannya baru Louis dan teman-temannya saja, teman-temannya sangat menyukai menggunakan sistem buatan Louis ini karena memudahkan mereka untuk membaca secepat orang yang bisa melihat. Sistem rancangan Louis Braille ini juga memungkinkan teman-teman tuna netranya untuk menulis dengan membuat lubang-lubang di kertas.

Memperkenalkan Rancangannya Ke Publik
Pada usianya yang ke-20 tahun, Louis Braille memperkenalkan rancangannya kepada publik. Pada 1834, ia melakukan demonstrasi di Paris Exposition of Industry, dan karyanya dipuji oleh pemimpin Perancis pada saat itu yaitu Raja Louis Phillippe. Ironisnya, para guru di sekolah Louis (yang mayoritas bukan tuna netra) menolak sistem tersebut. Jadilah sistem huruf emboss tetap menjadi satu-satunya metode yang diterapkan di sekolah tuna netra itu.

Pantang menyerah, pada 1829 Louis menerbitkan buku untuk memperkenalkan alfabet ciptaannya yang berjudul Method of Writing Words, Music and Plain Song by Means of Dots, for Use by the Blind and Arranged by Them.

Setelah lulus, Louis menjadi pengajar di almamaternya. Ia menjadi guru kesayangan para siswa, meski alfabetnya masih saja belum diterima kaum elit akademisi dengan berbagai alasan. Bahkan, direktur sekolah tempat Louis mengajar pernah membakar buku yang memakai abjad ciptaannya. Alat-alat tulis Louis juga disita dari tangan para siswa. Tak mau kalah, siswa-siswa yang jengkel meneruskan penggunaan hurus Braille dengan memakai jarum rajut, garpu, maupun paku.

Popularitas huruf Braille terlalu besar untuk bisa dibendung. Apalagi, Louis Braille terus memperbaiki dan menyempurnakan sistem kodenya agar semakin praktis untuk digunakan oleh kaum tuna netra.

Akhirnya setelah bertahun-tahun larangan penggunaan huruf Braille di Royal Institution For Blind Youth dicabut.Namun, Louis Braille justru harus mengundurkan diri dan pulang ke desanya di Coupvray karena ia menderita TBC.

Meski sejak kecil sering sakit-sakitan, sekolah tempat Louis mengabdi sebagai guru juga bukan lingkungan yang sehat, walaupun diakui sebagai sekolah tuna netra pertama di dunia, Royal Institution For Blind Youth menggunakan bangunan yang merupakan bekas penjara tua dengan ventilasi yang buruk.

Di kampung halamannya, Louis Braille menghembuskan napas terakhirnya pada 6 Januari 1852, hanya dua hari setelah ulang tahunnya yang ke-43. Ia dimakamkan dengan sangat sederhana di tanah milik keluarganya, bahkan obituarinya tak muncul di surat kabar Perancis.

Tak lama berselang, ditemukan kotak kayu milik Louis yang diberi label "Untuk dibakar! Jangan dibuka!". Tentu saja orang-orang penasaran dan membukanya. Ternyata, kotak itu penuh berisi catatan utang para siswa kepada Louis yang belum dibayarkan.

Dalam wasiatnya, Louis menulis harapannya agar semua utang para siswa pada dirinya dihapuskan. Louis juga berpesan kepada pihak sekolah untuk membantu para lulusan tuna netra mencari pekerjaan. Sementara itu, penghasilannya sebagai guru yang tidak seberapa diwariskan kepada keluarga dan seorang pemuda yang pernah menjadi asistennya. Dengan penuh rasa hormat, keluarga dan rekannya pun membakar kotak kayu itu.

Berpuluh tahun setelah kematiannya, barulah huruf Braille diresmikan penggunaannya untuk kaum tuna netra di seluruh dunia.

Dalam peringatan 100 tahun kematian Louis Braille, jenazahnya dipindahkan ke Paris dalam upacara megah, sementara sebuah monumen penghormatan didirikan di Coupvray, desa asalnya.

Rumah batu sederhana yang menjadi tempat tinggal keluarga Braille kini telah menjadi Louis Braille Museum dan dianggap sebagai bangunan bersejarah.

Harimau Dan Serigala

Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di derita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.

Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.

Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.

Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana..?".Seorang murid tampak angkat bicara, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepada ku lewat berbagai cara."

Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan." Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."

***

Adalah benar bahwa Tuhan ciptakan ikan kepada umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, adakah Dia berikan kepada kita gandum-gandum itu hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.

Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika disana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong rasa kasihan dan ingin membalas budi.

Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Disana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab disana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayan keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu. Sahabat, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.

Hal Kecil yang Bisa Jadi Pelajaran Seumur Hidup


Awalnya ada seorang kakek tua pernah bertanya kepada seorang pemuda, bidang apa yang ia kuasai. Kemudian, menggeleng-geleng tanda tak puas.

Beliau pun berkata, “11 hal kecil ini akan menjadi pelajaranmu seumur hidup. Dan hanya apabila kau dapat menguasainya, maka semua pelajaran yang kau dapatkan di bangku sekolah itu akan berarti.

1. Jangan pernah lewatkan kesempatan

Saat ada kesempatan baik di depan Anda, pertimbangkan. Jika sesuai dengan hati, dan tak merugikan orang lain, segera hampiri kesempatan itu dan kantungi. Karena kesempatan enggak datang kedua kalinya.

2. Ingatlah bahwa kita punya tujuan yang sama

Jika Anda menengok ke kanan kiri, maka Anda akan menemukan bahwa banyak orang yang berusaha sama kerasnya. Bahkan karena takut ketinggalan, seringkali persaingan berjalan tidak fair. Jangan balas hal tersebut dengan kedengkian dan tindakan yang kurang bijaksana. Ingat saja bahwa sebenarnya tujuan Anda dan dia sama. Maka, berikanlah kesempatan padanya untuk melakukan sesuai dengan apa yang dia percaya.

3. Buat rencana

Jangan pernah melakukan sesuatu tanpa rencana. Dan jangan pula hanya terpaku pada sebuah rencana. Ingatlah pepatah, banyak jalan menuju ke Roma.

4. Jagalah kesehatan Anda

Di usia 60 tahunan kelak, mungkin masih banyak orang yang mengharapkan dan ingin mengandalkan Anda. Oleh karena itu, jagalah kesehatan dan jangan biarkan tubuh renta itu memakan semangat Anda.

5. Jangan biarkan kritik menghancurkan Anda

Dengarkan kritik yang ada di sekitar Anda. Tampung yang positif dan singkirkan yang negatif.

6. Milikilah harapan dan impian

Mereka yang tak pernah menggantungkan harapan dan impian setinggi langit akan kecewa. Karena ketika tak satupun dapat digapai, ia akan merasa tak mampu dan tak berdaya.

7. Berpasang-pasanganlah

Manusia tak dapat hidup sendiri. Carilah pasangan Anda untuk berbagi, untuk dihormati, untuk menjaga satu sama lain.

8. Jangan terburu-buru

Segala sesuatu yang terburu-buru belum tentu baik. Jadi, lakukan saja dengan cermat. Teliti setiap pekerjaan Anda, jangan mengerjakan sesuatu hanya karena memburu waktu atau jumlah. Do your best.

9. Relaksasi

Ingatlah untuk berhenti sejenak dan ambil waktu untuk relaksasi ketika stress datang. Hal ini tak bisa diabaikan. Pikiran layaknya mesin yang sesekali perlu diberikan waktu untuk beristirahat. Jika dipaksa bekerja berlebihan, maka ia akan mudah rusak.

10. Profesional

Apapun pekerjaan Anda nanti, lakukan dengan sepenuh hati dan profesional. Mengeluh akan gaji tak akan membantu Anda untuk maju. Tunjukkan yang terbaik, maka Anda akan diberi upah yang sepantasnya.

11. Di balik hujan masih ada pelangi

Jangan biarkan jatuh dan berulang kali gagal menghentikan langkah Anda. Ingatlah, di balik kegagalan itu tentunya ada pelajaran dan pengalaman berarti yang dapat dijadikan bekal di kemudian hari.